BONDOWOSO- Komisi II DPRD Bondowoso melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Pasar Induk Bondowoso, untuk melihat kondisi dan penataan pedagang, Kamis (21/1/2021).
Saat komisi II melakukan Sidak, kemudian terjadi kericuhan antara pedagang pro Diskoperindag yang berjualan saat pagi dengan pedagang sore di lantai 2 saat meninjau lapak penjual daging ayam, kemudian kericuhan itu terus berlanjut di lantai 1 antara pedagang sore dan petugas pasar atau Polsus.
Wildan Geza Yudhistira, Presiden Ikatan Keluarga Mahasiswa Pergerakan Bondowoso (IKMPB) IAIN Jember mengatakan, kericuhan yang terjadi saat komisi II DPRD Bondowoso melakukan Sidak bukan tanpa sebab, itu tidak lain adalah upaya nyata pedagang dalam memperjuangkan nasibnya yang dirugikan oleh kebijakan.
Wildan menilai, selama ini kebijakan Dinas Koperasi dan Perindustrian (Diskoperindag) sangat menindas pedagang sore di Pasar Induk Bondowoso.
"Kalau kebijakan Diskoperindag itu menguntungkan terhadap para pedagang sore, jelas tidak mungkin mereka melakukan perlawanan dan menolak kebijakan yang diterapkan di Pasar Induk Bondowoso," kata Wildan, mahasiswa semester 7 fakultas Syariah IAIN Jember pada media.
Wilda menuturkan, seharusnya kebijakan soal pasar itu dapat membahagiakan dan mensejahterakan para pedagang, tapi yang terjadi justru menyedihkan dan mematikan kegiatan ekonomi para pedagang sore, baik pedagang ayam, sayuran dan buah.
Tidak hanya itu, menurut Wildan, pelaksanaan penataan yang dilakukan oleh petugas pasar (Mantri Pasar, UPT Pasar dan Polsus Pasar ) sangat tidak adil, tidak manusiawi, serta tebang pilih.
Waldan menjelaskan, berdasarkan fakta-fakta di lapangan yang diobok-obok dalam penataan itu hanya pedagang ayam, sayur, dan buah.
"Sementara seperti pedagang pisang, pedagang kelapa, sandal, PKL kikil, warung kopi, pedagang gorengan, sate ayam, pedagang tempi tahu, pedagang tembakau, dua warung nasi, penjual bunga tidak ditertibkan," ujarnya.
Menurutnya, Diskoperindag terlalu berkhayal ingin menerapkan pasar ber-SNI, namun kondisi pasar dan penataan pasar sudah jauh dari syarat-syarat pasar ber-SNI.
"Yang terjadi di pasar induk Bondowoso saat ini Pasar kumuh, kurangnya ventilasi udara, ketersediaan sarana air bersih yang tidak memadai," ujarnya.
Katanya, seharusnya Pemerintah Bondowoso ini sudah melakukan evaluasi kepada Diskoperindag, karena selama ini kebijakan mereka sejal 2019, 2020, dan 2021 sampai saat ini persoalan pasar baik di PKL dan Pasar Induk Bondowoso tidak selesai, dan justru menimbulkan kegaduhan dan konflik dengan pedagang.
Padahal, lanjutnya, mereka seharusnya mampu menciptakan hubungan yang harmonis dengan pedagang, namun faktanya justru menggunakan cara-cara represif saat melakukan penertiban pedagang dan diduga tidak menusiawi.
"Jika Bupati dan Wakil Bupati Bondowoso tinggal diam, maka publik akan memberikan nilai pada Pemerintah Bondowoso gagal dalam hal menciptakan kesejahteraan ekonomi bagi para pedagang di Pasar Induk Bondowoso," tutupnya.
Sementara, Didik Moriyanto, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pasar Induk Bondowoso, mengatakan, kericuhan itu terjadi di luar kendali pihak pasar.
"Itu kan pedagang sendiri yang membuat ricuh, bukan kita. Itu pedagang PKL yang di bawah itu kan. Kalau kami tidak ada apa-apa kan, Kami tidak tahu itu apa sebabnya, tadi kami di belakang," katanya saat dikonfirmasi.
Ditanya soal penilaian aktivis soal kebijakan yang menindas para pedagang sore, Didik mengklaim, penataan para pedagang sore itu dilakukan atas permintaan masyarakat di timur pasar dan para pedagang di lantai 2.
Mengenai beberapa pedagang yang belum dipindah, kata Didik, penataan itu sifatnya masih bertahap.
Menurutnya, pasar sore dipindah ke lantai dua, karena di tempat itu dibukan 24 jam.
"Di sana (Pasar di lantai 2) pasar siang, sore, malam kan dibuka 24 jam, dan itu tidak ada persoalan," tutupnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Bahrullah |
Editor | : |
Komentar & Reaksi